Oleh
: Rian Hidayat
![]() |
IAN |
Setiap kali mendapat berita tentang
adanya pesta, Om Damo tak pernah alpa. Persiapan mulai dari cimilan dan makanan
ringan hingga cap-tikus terus difasilitasi om Damo untuk teman-temanya. Sore
hari sebelum acara resepsi dilaksanakan, om Damo dan teman-teman mulai mencari
tempat dan melakukan ritual minum-minuman. Sudah menjadi kewajibannya. Ritual
rutinitas itu terus dilakukanya.
Di balik semua itu, apa yang om
Damo pikirkan?" Pertanyaan retoris yang keluar dari mulut-hati Jelita.
Sekali waktu, di teras rumah siang sedang terik. Jelita tidur dipangkuan
ibunya, lalu ibu mulai mencari kutu di kepala Jelita dan membelai rambut
tipisnya. Sambil menunggu ayahnya pulang memancing.
Terlintas di benak Jelita tentang
om Damo. Jelita: "BU, MENGAPA OM DAMO ITU TAK PERNAH BERHENTI
MABUK-MABUKAN? TIAP ADA PESTA DIA PASTI HADIR BERSAMA TEMAN-TEMANNYA DALAM
KEADAAN MABUK, DAN MEREKA SERING BERBUAT ONAR."
Ibu Leli: "IBU JUGA BINGUNG,
SEBENARNYA OM DAMO ITU DULUNYA TIDAK BEGITU, SEMENJAK ISTRI DAN ANAKNYA
MENINGGAL DUNIA IA MULAI MABUK-MABUKAN BEGITU."
Jelita: "TAPI OM DAMO BAIK SAMA AKU, DIA
SELALU BILANG KALAU AKU ANAK BAIK, SEPERTI ANAKNYA." Ibu leli: "IA,
TAPI KAMU JUGA HARUS HATI-HATI, JANGAN DEKATI DIA SAAT MABUK, KAMU TAHUKAN,
ORANG MABUK ITU JAHAT."
Lalu terlihat dari jejauhan
dijalan, Ayah jelita membawa keranjang ikan dengan penuh beban berat. Juga
darah ikan segar yang menetes di aspal terlihat. Ayah jelita mendapat hasil
pancingan yang banyak. Ibu pun segera mempersiapkan bumbu-bumbu masakan dan
akan membuat berbagai makanan lezat. Bauh rampah dan aroma makanan seakan pergi
mengetuk pintu-pintu rumah tetangga. Apalagi kumpulan kucing yang tajam indera
penciumannya, pasti terbangun walau lelap tidur. Tiba-tiba jalan, datang
seseorang berjalan miring-miring, kesana-kemari, langkahnya tak teratur.
Ternyata itu adalah om Damo. Ia baru bangun tidur, berjalan melewati depan
rumah Jelita. Tiba-tiba meski dalam keadaan mabuk, ia berdiri tegak, diam,
menggerakkan fungsi hidungnya mencium aroma makanan. Lalu menuju rumah Jelita.
Ternyata aroma kelezatan makanan ibunda Jelita juga dapat menghipnotis orang
dalam keadaan mabuk.
Om Damo:
"ASSALAMUALAIKUMM...!" Om damo berseru dengan suara vokal yang sudah
dilatih. IBU, JELITA, AYAH menjawab. Melihat keadaan om Damo, Ibu Leli langsung
melontarkan omelan.
Ibu Leli: "DAMO...! SAMPAI
KAPAN KAMU BERHENTI MABUK-MABUKAN? (Sambil mengaduk-aduk masakan) SETIAP KALI
ADA PESTA KAMU SELALU BUAT ONAR, DASSAR...! KAMU TIDAK PIKIRKAN, BAGAIMANA
NASIB ANAK-ISTRIMU DI AKHIRAT."
Om Damo terlihat tak menghiraukan
omelan itu, ia membaringkan tubuhnya di sofa. Sementara Ayah Jelita terdiam
hanya menyaksikan. Tiba-tiba ia memanggil Jelita.
Om Damo: "JELITA...
JELITA...!" Meski dalam keadaan mabuk, panggilan kepada Jelita seperti
keluar dari hati kasih sayang seorang ayah yang begitu tulus merindukan
anaknya. Om Damo: "JELITA... JELITA... SINI NAK!" Jelita
menghampirinya.
Om Damo: "TOLONG AMBILKAN OM
SEGELAS AIR PUTIH..!" Jelita: "INI OM" dihidangkan Jelita.
Om Damo: "TERIMA KASIH
NAK" Jelita kemudian duduk di sampingnya. Jelita: "OM KENAPA MABUK
TERUS? APA YANG OM PIKIRKAN? KATA AYAH, SETIAP MASALAH HARUS DISELESAIKAN
DENGAN KESABARAN" Om Damo tertegun. Sambil melahap air, ia melirik Ayah
jelita yang sedang duduk di kursi kayu meja makan. Tiba-tiba dengan kencang om
Damo melempar gelas ke arah Ayah Jelita. Hampir saja mengenai kepalanya. Gelas
itu membentur dinding dan pecah. Om Damo meluapkan emosi, membuat keributan
dirumah jelita. Suara gelas pecah tadi membuat ibu Leli juga memecahkan sebuah
nampan berisi kua ikan. Jelita yang hatinya lentur langsung berteriak. Om Damo
langsung berlari keluar dan meninggalkan kata-kata kepada Ayah Jelita.
Om Damo: "KENAPA KAU DIAM?
SENANG LIHAT SAYA BEGINI?" Ibu Leli bergegas ke ruang tamu, tapi Om Damo
telah pergi. Ayah jelita tampak depresi di kursi. Ibu Jelita:
"ASTAGFIRULLAH... AYAH TIDAK APA-APA?" Ayah: "IYA BU, AYAH
BAIK-BAIK SAJA" Sementara Jelita masih duduk di sofa dalam keadaan takut.
Sudah Jelas, perilaku Om Damo yang buruk itu akan mengundang naluri kebencian yang
terpatri dalam keluarga Jelita. Ayah terlihat sangat marah, urat di jidatnya
bermunculan, keringat emosional keluar serentak membasahi wajah kusamnya.
Tiba-tiba Ayah menghunus pisau dapur, Dan lari keluar mengejar om Damo.
Belum sempat Ayah Jelita menginjak
alas sendal di depan pintu rumah, terlihat di jalanan orang-orang ramai
berkumpul, tangisan ibu-ibu terdengar lantang, apa yang terjadi? Emosi Ayah
mulai menurun saat berlangkah ke arah keramaian itu. Perlahan berjalan, ayah
melihat lumuran darah di aspal, "BUKAN, INI BUKAN DARAH IKAN TADI"
ungkapan keraguan di hati.
Kemudian ia segera menghampiri.
Ternyata, ada korban kecelakaan. Darah merah segar menyelimuti wajah si korban
sehingga tak kenal wajahnya. Ayah Jelita penasaran, siapa gerangan? Lalu terlihat
bekas arloji di tangan si korban. Om Damo meninggalkan arlojinya di meja tamu
saat berbaring di sofa. Kekhawatiran mulai meraba. Tiba-tiba ada panggilan yang
panik "DAMO... DAMO... DAMO... ITU DAMO..!" Ibu Uyu memanggil nama
korban sambil memeluknya dan menangis.
Ayah Jelita hanya diam, pisau dapur
terlepas di tangannya jatuh ke aspal, panik, mendengar jeritan orang-orang
seperti hanya mengusik di kuping, hanya samar bayang bersuara memanggil
"DAMO". Jelita dan Ibunya menghampiri. "AYAH... OM DAMO KENAPA
AYAH...?" Jelita menjerit memaksa Ayah agar bicara, Ayah memapah Om damo
dipangkuannya. "NAK, OM DAMO SUDAH MENINGGALKAN KITA"
***
Seruan duka cita bergemuruh.
Menegangkan lagi, Om Damo mati dalam keadaan mabuk. Tak lama, datang ambulans
mengangkat korban dan segera dipulangkan ke rumah. Setelah Istri dan Anaknya
telah mendahuluinya, kini ia juga pergi ke alam mereka. Kejadian hangat itu
mulai diperbincangkan dikalangan ibu-ibu dan warga setempat. Saat ia
dimakamkan, ada kelompok diskusi melakukan percakapan rahasia. Mereka membahas
kronologi kejadian sebelum beliau ditabrak mobil. Ibu Uyu: " TADI, SEBELUM
IA MASUK KE RUMAH BU LELI, AKU MELIHATNYA KELUAR DARI MESJID, AKU TIDAK TAHU
TENGAH HARI ITU APA YANG DIA LAKUKAN, TAPI TAMPAKNYA IA TERTIDUR DI DALAM
MESJID "
***
Pemakaman pun selesai. Jelita dan
kedua orang tuanya kembali ke rumah dalam keadaan duka. Setelah beberapa bulan
kemudian, ketika datang pesta, tak ada lagi keributan yang dilakukan
teman-teman Om Damo. Kematiannya seperti membawah nada peringatan bagi
teman-temanya. Hingga satu ketika lagi, Jelita membuka lemari pakaiannya dan
mengambil barang peninggalan Om Damo, arlojinya. Saat om Damo menaruh arlojinya
di meja, tindakannya seperti menyuruh Jelita agar dapat menyimpannya baik-baik,
satu lagi; sebagai kenang-kenangan dan ucapan terima kasih karena Jelita hadir
sebagai pengganti anaknya. Jelita: " BU..! LIHAT, INI ARLOJI OM DAMO"
Ibu Leli: " SIMPAN BAIK-BAIK YA NAK, ITU TITIPAN PAMANMU " Maka
berakhirlah kehidupan singkat seorang Duda Mudah itu.
Penulis Adalah Mahasiswa Satra
Indonesia Di Universitas Khairun
Ternate Maluku Utara
Ternate Maluku Utara